Artikel Psikologi Perkembangan Remaja
Penyesuaian
diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya
kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan
tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya, karena
ketidak-mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan kehidupan
keluarga, sekolah, pekerjaan dan dalam masyarakat pada umumnya. Tidak
jarang pula ditemui bahwa orang-orang mengalami stres dan depresi
disebabkan oleh kegagalan mereka untuk melakukan penyesaian diri dengan
kondisi yang penuh tekanan.
Pengertian
Pengertian
penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang
didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang
terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: "Genetic changes
can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in
animals, raise offspring, this process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).
Sesuai
dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang
sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat
ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk
hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri
dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam
agar dapat bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut dengan istilah adjusment.
Adjustment
itu sendiri merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara
kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991). Manusia
dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan dan
lingkungan alam sekitarnya. Kehidupan itu sendiri secara alamiah juga
mendorong manusia untuk terus-menerus menyesuaikan diri.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dikatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu
proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar
terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan
lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat
diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat
hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.
Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Pada
dasarnya penyesuaian diri memiliki dua aspek yaitu: penyesuaian pribadi
dan penyesuaian sosial. Untuk lebih jelasnya kedua aspek tersebut akan
diuraikan sebagai berikut :
1. Penyesuaian Pribadi
Penyesuaian
pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri
sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan
lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya,
apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai
dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi
ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau
tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi
dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan
atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak
puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya
kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi,
kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya,
sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang
diharapkan oleh lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya
konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga
untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri.
2. Penyesuaian Sosial
Setiap
iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut
terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari
proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai
dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi,
demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup
sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal
dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam
lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan
orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan
masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau
masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat
sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap
berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara
komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang
diberikan oleh sang individu.
Apa
yang diserap atau dipelajari individu dalam poroses interaksi dengan
masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian sosial
yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial
dengan cukup baik. Proses berikutnya yang harus dilakukan individu
dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan
peraturan sosial kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki
aturan yang tersusun dengan sejumlah ketentuan dan norma atau
nilai-nilai tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok.
Dalam proses penyesuaian sosial individu mulai berkenalan dengan
kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut lalu mematuhinya sehingga
menjadi bagian dari pembentukan jiwa sosial pada dirinya dan menjadi
pola tingkah laku kelompok.
Kedua
hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam
rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan
kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti
pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal
inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang
berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan
kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima
oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima
oleh masyarakat.
Pembentukan Penyesuaian Diri
Penyesuaian
diri yang baik, yang selalu ingin diraih setiap orang, tidak akan dapat
tercapai, kecuali bila kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar
dari tekanan, kegoncangan dan ketegangan jiwa
yang bermacam-macam, dan orang tersebut mampu untuk menghadapi kesukaran
dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta
menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik
untuk bekerja, dan berprestasi.
Pada
dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkungannya,
pada penulisan ini beberapa lingkungan yang dianggap dapat menciptakan
penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Semua
konflik dan tekanan yang ada dapat dihindarkan atau dipecahkan bila
individu dibesarkan dalam keluarga dimana terdapat keamanan, cinta,
respek, toleransi dan kehangatan. Dengan demikian penyesuaian diri akan
menjadi lebih baik bila dalam keluarga individu merasakan bahwa
kehidupannya berarti.
Rasa
dekat dengan keluarga adalah salah satu kebutuhan pokok bagi
perkembangan jiwa seorang individu. Dalam prakteknya banyak orangtua
yang mengetahui hal ini namun mengabaikannya dengan alasan mengejar
karir dan mencari penghasilan yang besar demi memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga dan menjamin masa depan anak-anak. Hal ini seringkali
ditanggapi negatif oleh anak dengan merasa bahwa dirinya tidak
disayangi, diremehkan bahkan dibenci. Bila hal tersebut terjadi
berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup panjang (terutama pada masa
kanak-kanak) maka akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu
dalam menyesuaikan diri di kemudian hari. Meskipun bagi remaja hal ini
kurang berpengaruh, karena remaja sudah lebih matang tingkat
pemahamannya, namun tidak menutup kemungkinan pada beberapa remaja
kondisi tersebut akan membuat dirinya tertekan, cemas dan stres.
Berdasarkan
kenyataan tersebut diatas maka pemenuhan kebutuhan anak akan rasa
kekeluargaan harus diperhatikan. Orang tua harus terus berusaha untuk
meningkatkan kualitas pengasuhan, pengawasan dan penjagaan pada anaknya;
jangan semata-mata menyerahkannya pada pembantu. Jangan sampai semua
urusan makan dan pakaian diserahkan pada orang lain karena hal demikian
dapat membuat anak tidak memiliki rasa aman.
Lingkungan
keluarga juga merupakan lahan untuk mengembangkan berbagai kemampuan,
yang dipelajari melalui permainan, senda gurau, sandiwara dan
pengalaman-pengalaman sehari-hari di dalam keluarga. Tidak diragukan
lagi bahwa dorongan semangat dan persaingan antara anggota keluarga yang
dilakukan secara sehat memiliki pengaruh yang penting dalam
perkembangan kejiwaan seorang individu. Oleh sebab itu, orangtua
sebaiknya jangan menghadapkan individu pada hal-hal yang tidak
dimengerti olehnya atau sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan
olehnya, sebab hal tersebut memupuk rasa putus asa pada jiwa individu
tersebut.
Dalam
keluarga individu juga belajar agar tidak menjadi egois, ia diharapkan
dapat berbagi dengan anggota keluarga yang lain. Individu belajar untuk
menghargai hak orang lain dan cara penyesuaian diri dengan anggota
keluarga, mulai orang tua, kakak, adik, kerabat maupun pembantu.
Kemudian dalam lingkungan keluarga individu mempelajari dasar dari cara
bergaul dengan orang lain, yang biasanya terjadi melalui pengamatan
terhadap tingkah laku dan reaksi orang lain dalam berbagai keadaan.
Biasanya yang menjadi acuan adalah tokoh orang tua atau seseorang yang
menjadi idolanya. Oleh karena itu, orangtua pun dituntut untuk mampu
menunjukkan sikap-sikap atau tindakan-tindkan yang mendukung hal
tersebut.
Dalam
hasil interaksi dengan keluarganya individu juga mempelajari sejumlah
adat dan kebiasaan dalam makan, minum, berpakaian, cara berjalan,
berbicara, duduk dan lain sebagainya. Selain itu dalam keluarga masih
banyak hal lain yang sangat berperan dalam proses pembentukan kemampuan
penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau
diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan,
kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut
akan berguna bagi masa depannya.
b. Lingkungan Teman Sebaya
Begitu
pula dalam kehidupan pertemanan, pembentukan hubungan yang erat
diantara kawan-kawan semakin penting pada masa remaja dibandingkan
masa-masa lainnya. Suatu hal yang sulit bagi remaja menjauh dari
temannya, individu mencurahkan kepada teman-temannya apa yang tersimpan
di dalam hatinya, dari angan-angan, pemikiran dan perasaan. Ia
mengungkapkan kepada mereka secara bebas tentang rencananya,
cita-citanya dan dorongan-dorongannya. Dalam semua itu individu
menemukan telinga yang mau mendengarkan apa yang dikatakannya dan hati
yang terbuka untuk bersatu dengannya.
Dengan
demikian pengertian yang diterima dari temanya akan membantu dirinya
dalam penerimaan terhadap keadaan dirinya sendiri, ini sangat membantu
diri individu dalam memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan
dirinya berbeda dari orang lain. Semakin mengerti ia akan dirinya maka
individu akan semakin meningkat kebutuhannya untuk berusaha untuk
menerima dirinya dan mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Dengan
demikian ia akan menemukan cara penyesuaian diri yang tepat sessuai
dengan potensi yang dimilikinya.
c. Lingkungan Sekolah
Sekolah
mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan
informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan
secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar,
tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan,
ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut
individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
Pendidikan
modern menuntut guru atau pendidik untuk mengamati perkembangan
individu dan mampu menyusun sistem pendidikan sesuai dengan perkembangan
tersebut. Dalam pengertian ini berarti proses pendidikan merupakan
penciptaan penyesuaian antara individu dengan nilai-nilai yang
diharuskan oleh lingkungan menurut kepentingan perkembangan dan
spiritual individu. Keberhasilan proses ini sangat bergantung pada cara
kerja dan metode yang digunakan oleh pendidik dalam penyesuaian
tersebut. Jadi disini peran guru sangat berperan penting dalam
pembentukan kemampuan penyesuaian diri individu.
Pendidikan
remaja hendaknya tidak didasarkan atas tekanan atau sejumlah bentuk
kekerasan dan paksaan, karena pola pendidikan seperti itu hanya akan
membawa kepada pertentangan antara orang dewasa dengan anak-anak
sekolah. Jika para remaja merasa bahwa mereka disayangi dan diterima
sebagai teman dalam proses pendidikan dan pengembangan mereka, maka tidak akan ada kesempatan untuk terjadi pertentangan antar generasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar