Selasa, 08 Mei 2012

artikel Psikologi Klinis 2

A. Pengertian Psikologis Klinis

Psikologis klinis menurut Witemer tahun 1912 adalah metode yang digunakan untuk mengubah atau mengembangkan jiwa seseorang berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan teknik pedagogis. Ada beberapa ciri yang terdapat dalam psikologis klinis :
1. Memiliki orientasi ilmiah-profesional yaitu adanya ciri berupa penggunaan metode ilmu dan kaidah psikologi, dalam pemberian bantuan terhadap indiovidu yang menderita kecemasan. Psikologi melalui intervensi dan evaluasi psikologis.
2. Menampilkan kompetensi psikologi, karena psikologi klinis terlatih dalam menggunakan petunjuk dan pengetahuan psikologi dalam kerja professional.
3. Menampilkan kompetensi klinisi karena berusaha mengerti orang lain
4. Ilmiah, karena menggunakan metode ilmiah untuk mencapai presisi dan objektivitas dalam cara kerja profesionalnya dengan tetap melakukan validasi untuk setiap individu yang ditangani
5. Profesional, karena lebih menyumbangkan pelayanan kemanusiaan yang penting bagi individual, kelompok social dan komunitas untuk memecahkan masalah.

B. Orientasi Psikologi Klinis
Terdapat hubungan yang jelas dan dekat antara psikologi klinis dan psikologi abnormal dan kemudian tentu saja psikiatri. Tugas yang dihadapi psikologi klinis adalah memahami masalah-masalah yang dihadapi pasien dan cara pasien menyelesaikan aspek kepribadian. Untuk tujuan orientasi teoritis studi klinis mengenai kepribadian terdapat aspek kepribadian yang perlu dipahami :
1. Motivasi Adalah kebutuhan psikologi yang telah memiliki corak atau arah yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi agar kehidupan kejiwaannya terpelihara yaitu senantiasa dalam keadaan seimbang. Pada awalnya kebutuhan itu hanya berupa kekuatan dasar saja. Namun selanjutnya berubah menjadi suatu vector yang disebut motivasi karena memiliki kekuatan dan arah.
2. Kapasitas Kapasitas adalah karakteristik individu yang adjustic, termasuk dalam hal adalah kapasitas intelektual untuk mencapai tujuannya sendiri dan untuk tuntutan yang dikehendaki lingkungan. Pentingnya pemahaman mengenai kapasitas ini bagi psikologi klinis adalah untuk memperkirakan dalam bidang apa saja dan seberapa kuat individu memiliki sumber stress, baik dalam keadaan frustasi, konflik maupun tertekan.
3. Pengendalian Yang dimaksud dengan pengendalian adalah proses yang dilakuakan individu saat menggunakan kapasitasnya dan mengekang motivasi impulsive ke dalam saluran yang berguna bagi penyesuian dirinya, yang secara social diterima.

Perkembangan kemampuan mengendalikan diri terjadi sejak masa bayi. Tepatnya saat bayi mulai belajar menghadapi frustasi. Ada lima wujud pengendalian yaitu pengendalian berlebih (represi), lemah (under control), tentantif (cemas), terganggu disebut juga sebagai pengendalian yang inadequate dan pengendalian ideal (pengendalian yang melahirkan penyesuaian yang tepat).
Peranan Psikologi Klinis
Tugas professional seorang psikolog klinis adalah mengimplementasikan prinsip dasar psikologis klinis sebagai ilmu terapan. Berkaitan dengan tugas ini, ada beberapa peranan yang dimiliki psikolog klinis sebagai berikut :

1. Terapan Istilah khusus untuk psikologi adalah psikoterapi. Pada umunya terapi menampilkan empat gambaran kegiatan yaitu : Membantu hubungan murni yang bersifat memelihara hubungan antara terapis dan pasien.
a. membantu klien melakukan eksplorasi (pengalihan diri)
b. terapis dank lien bekerjasama memecahkan masalah
c. terapis membangun sikap dan mengerjakan ketrampilan atau cara kepada pasien untuk menggulangi stress.
2. Assesment Assessment adalah propses yang digunakan psikolog klinis untuk mengamati dan mengevaluasi masalah social dan psikologis pasien, baik menyangkut keterbatasan maupun kelebihannya.
3. Mengajar Mengajar adalah memberikan informasi dan pelatihan mengenai topic-topik yang termasuk ruang lingkup pengetahuan yang melandasi profesinya, seperti psikologi klinis, psikologi abnormal, dll.
4. Konsultasi Termasuk memberikan bimbingan bagi perseorangan, kelompok atau badan system dan organisasi untuk mengembangkan kualitas diri. Disebut konsultasi karena tujuan psikolog klinis dalam hal ini membantu pasien melalui pekerjaan atau permasalahan mereka.
a. Administrasi Dilaksanakannya oleh psikolog klinis sesuai dengan jabatannya dalam posisi manajerial seperti di RS, klinik, dll.
b. Penelitian Dikerjakan oleh psikologi klinis dalam berbagai macam bentuk riset investigasi, mengkaji keefektifan berbagai pendekatan terapi atau konsultasi, penyebab dan akibat dari disfungsi psikologis.
C. Psikologi Kesehatan
Seperti yang kita lihat pada pembahasan diatas, renovasi-renovasi di dalam pendekatan-pendekatan memiliki reaksi yang keras terhadap disiplin psikologi sendiri. Karena adanya minat terhadap bidang baru ini, suatu disiplin ilmu baru muncul. Definisi psikologi kesehatan mencakup definisi sebagai berikut :

1. Psikologi kesehatan menyangkut bagian khusus dari bidang ilmiah psikologi yang memfokuskan pada studi perilaku yang memiliki kaitan dengan kesehatan dan penerapan dari kesehatan ini.
2. Penekanan pada peran perilaku yang normal di dalam mempromosikan kesehatan (promosi kesehatan dan pencegahan dasar) pada level mikro, meso dan makro dan menyembuhkan penyimpangan kesehatan.
3. Banyak bidang psikologi yang berbeda dapat memberikan sumbangan kepada bidang psikologi kesehatan.
D. Pola Perilaku
Penelitian-penelitian yang terbaru banyak dilakukan untuk meneliti factor-faktor kepribadian dan atau pola-pola perilaku sebagai factor resiko untuk penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskuler.

1. Perilaku tipe A Tipe A pertama kali digambarkan secara jelas dan diukur oleh Friedman dan Rosenman di tahun 1959. aslinya hal ini digambarkan sebagai gaya perilaku dan emosi. Sekarang beberapa penulis memandang tipe A sebagai cirri sifat kepribadian yang pasti, sementara yang lain menggambarkan hal ini sebagai pola penggiatan perilaku yang kuat dan terus menerus yang biasanya merupakan dimulai dari diri sendiri. Tipe A meliputi disposisi perilaku, perilaku dan rsepon emosional yang khusus. Kebanyakan para penulis setuju dengan adanya tiga ciri-ciri utama tipe A :
a. Orientasi persaingan prestasi, ambisius, kritis terhadap diri sendiri.
b. Urgensi waktu, berjuang melawan waktu, tidak sabaran, melakukan pekerjaan berbeda-beda dalam waktu yang sama.
c. Permusuhan, mudah marah, kadang-kadang agresif. Khususnya selama 20 tahun pertama dan publikasi dan riset, nampaknya tipe A mempunyai hubungan kuat dengan CHD. Laki-laki tipe A mempunyai resiko
2 kali lipat untuk mengalami CHD. Sebagai tambahan, orang-orang tipe A memiliki gaya coping terhadap stress yang berbeda dan lebih cenderung untuk menggunakan control terhadap lingkungan mereka. Bagaimanapun sejak tahun 1980-an hasil-hasil riset menjadi lebih membingungkan dan banyak peneliti tidak menemukan hubungan yang signifikan antara perilaku tipe A dan penyakit jantung koroner sama sekali. Walaupun besarnya kesulitan-kesulitan dalam pengukuran perilaku tipe A, malahan definisi operasional perlu diperkuat dan penelitian epidemiologis masa depan harus mengusahakan secara prospektif memvalidasi komponen-komponen tipe A melawan perkembangan CHD. Tipe A juga telah diteliti pada anak-anak dan remaja. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak-anak tipe A lebih reaktif terhadap stress daripada anak-anak yang non tipe A. Pada umunya, anak-anak pria lebih memiliki kemungkinan meniru perilaku tipe A dan orang tua mereka daripada anak-anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa tipe A berkembang sebagai interaksi antara keturunan dan gaya pengasuhan. Selanjutnya Nay & Wagner mengetahui bahwa anak-anak tipe A memiliki harga diri lebih rendah, lebih eksternal locus of controlnya dan tingkat kecemasan lebih tinggi daripada teman-teman yang bukan tipe A. Mekanisme coping terhadap stress dan tipe kognisi juga mungkin berbeda antara subjek tipe A dan tipe B.
3. Kepribadian ketabahan Hardiness Tipe kepribadian atau pola perilaku lain yang sering dibicarakan akhir-akhir ini adalah ketabahan (hardiness atau hardy personality) sebuah gagasan konsep dari kobasa. Konseptualisasinya tentang hardiness sebagai tipe kepribadian yang penting sekali pada perlawanan terhadap stress, didapat dari teori eksistensial kepribadian. Dia mulai dengan adanya perbedaan-perbedaan interpersonal dalam control pribadi dan mengkombinasikan variable ini dengan yang lain, agar dapat dihasilkan tipe kepribadian yang lebih komprehensif. Hardiness memasukkan tiga sifat dasar :
a. Kontrol pribadi
b. Komitmen; tingkat keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa, aktivitas-aktivitas dan orang-orang.
c. Tantangan; kecenderungan memandang adanya perubahan sebagai suatu kesempatan untuk tumbuh dan bukan suatu ancaman keselamatan.

Hardiness dianggap menjaga seseorang tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian hidup yang penuh stress. Meskipun Kobasa sendiri dan ahli lain menekankan bukti penelitian yang kuat yang mendukung keadaan dan relevansi hardiness, ada juga banyak kritik. Kritikan yang diberikan pada kepribadian tipe A berlaku pul untuk tipe hardiness; operasionalisasi komponen tersebut nampak sulit, tidak semua dari komponen membantu prediksi hasil kesehatan (misalnya tantangan) dan masalah utama tentang perannya penengah dalam kondisi dan perilaku kesehatan seseorang tidak terjawab dengan tuntas.
3. Lain-lain Optimisme dan perasaan pertalian akhir-akhir ini telah untuk melihat kemampuannya dalam ramalan penyembuhan pembedaan. Keduanya ditemukan sangat mampu meramalkan perbaikan dalam aspek-aspek positif dari penyembuhan setelah mengontrol tingkat pre pembedahan. Perasaan pertalian ditemukan menjadi predictor lebih penting dari pada optimisme dalam konteks ini. Bagaimanapun kedua factor kepribadian ini tidak memprediksikan perbaikan dalam penderitaan atau nyeri, dekat dengan factor perasaan pertalian adalah konsep integrity. Sampai sekarang tipe kepribadian yang lain belum dapat dijelaskan dengan gambling seperti halnya tipe A dan tipe ketabahan. Jelaskan, ditemukan banyak overlap antara konsep tersebut dan metode ukuran kurang konsisten. Disamping itu, masih ada kebutuhan untuk penelitian prospektif yang menyelidiki kualitas interaktif dari factor kepribadian tersebut, dengan variable kepribadian lainnya dan variable lingkungan. Kami akan memberi satu contoh yang menggambarkan kompleksitas factor-faktor kepribadian tersebut. Telah dinyatakan bahwa aspek-aspek hardiness meliputi aspek optimisme. Dalam gilirannya, optimisme telah diteliti dari perspektif atribusi; beberapa pengarang menyatakan bahwa optimisme dikaitkan dengan gaya atribusi seseorang. Atribusi-atribusi pada gilirannya, dikaitkan dengan keinginan untuk mengontrol lingkungan. Dan ini sebenarnya merupakan satu dari konsep dasar hardiness. Jadi, melangkah dari satu gaya kepribadian ke gaya kepribadian lain, kita tinggal dalam lingkaran setan. Jelaslah masih perlu banyak penelitian untuk menjelaskan hubungan antara tipe-tipe kepribadian dengan hasil kesehatan.
F. Terminologi Kesehatan
Kesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan namun sukar dijelaskan artinya. Factor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun begitu, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa definisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural. Secara harfiah, konsep ini adalah suatu idealisasi yang tidak menganggap bahwa tidak tercapainya kesejahteraan yang sementara merupakan kekuatan yang mendorong perilaku manusia dalam kehidupan yang normal. Konsep ini kurang memandang kesehatan sebagai suatu proses dan tidak memiliki kesamaan dengan komponen khusus kesehatan. Meskipun demikian, dengan merubah focus terhadap aspek positif kesehatan dan memperluas lingkup dimensionalnya, definisi WHO memberikan pengaruh yang besar. Sebagai contohnya, hal ini mendorong yang lain untuk menjelaskan definisi tersebut.
G. Penyakit – Kesakitan
Penyakit (disease) dan kesakitan (illness), meskipun sangat berkaitan satu dengan yang lainnya, namun mencerminkan suatu perbedaan yang fundamental dan konsepsional tentang periode sakit. Jadi penyakit adalah sesuatu yang dimiliki suatu organ, sedang “illness” adalah sesuatu yang dimiliki seseorang. Kesakitan adalah respon subyektif dari pasien serta rsepon di sekitarnya, terhadap keadaan tidak sehat. Tidak hanya memasukkan pengalaman tidak sehatnya saja, tapi juga arti pengalaman tersebut bagi dia. Justru arti inilah menentukan bahwa penyakit atau gejala yang sama, bisa ditafsirkan secara sangat berbeda oleh dua pasien yang berasal dari budaya yang berbeda. Hal ini juga akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya serta jenis perawatan yang dicari.
H. Perilaku Kesehatan
Definisi tersebut tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara langsung diamati dan jelas tetapi juga kejadian mental dan keadaan perasaan yang diteliti dan diukur secara tidak langsung. Sebagai tambahan, definisi komprehensif Gochman merangkum beberapa definisi dan atau klasifikasi perilaku kesehatan yang lain. Di Indonesia istilah “perilaku kesehatan” sudah lama dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang dengan pesatnya. Khususnya, di bidang antropogi medis dan kesehatan masyarakat. Haruslah dicatat bahwa istilah perilaku kesehatan dapat menimbulkan beberapa kesimpangsiuran. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kami hanya berbicara mengenai perilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitannya dengan kesehatan. Kenyataannya banyak sekali perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak mengetahuinya atau melakukannya dengan alas an yang sama sekali berbeda. Sebagai contoh, seseorang mungkin melakukan olahraga hanya untuk mengadakan hubungan social, bukan untuk menjaga kesehatan. Atau gosok gigi karena kebiasaan bukan karena alasan kesehatan.
I. Status Kesehatan
Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan.
Faktor Resiko dan Faktor Protektif
Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya : a. Pertama, psikologi cenderung menjadi lebih terapan (tidak hanya akademis) b. Kedua, masalah yang penting dari kesehatan (dan tidak hanya kesehatan mental), mempengaruhi sub disiplin psikologis, tidak hanya klinis tetapi juga sebagai contoh psikologi organisasi (contohnya, stress dan kesakitan dalam perusahaan). c. Faktor yang ketiga yaitu adanya keberhasilan yang terbatas dari psikodiagnostik dan intervensi individual (kuratif), dkebutuihan untuk pencegahan pada skala yang lebih besar (community approach). Oleh karenanya, lebih banyak pengetahuan, penelitian dan ketrampilan diperlukan untuk menyelidiki unsure penentu dasar perilaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar