A. Pengertian Psikologis Klinis
Psikologis klinis menurut Witemer tahun 1912
adalah metode yang digunakan untuk mengubah atau mengembangkan jiwa
seseorang berdasarkan hasil observasi dan eksperimen dengan menggunakan
teknik pedagogis. Ada beberapa ciri yang terdapat dalam psikologis
klinis :
1. Memiliki orientasi ilmiah-profesional
yaitu adanya ciri berupa penggunaan metode ilmu dan kaidah psikologi,
dalam pemberian bantuan terhadap indiovidu yang menderita kecemasan.
Psikologi melalui intervensi dan evaluasi psikologis.
2. Menampilkan kompetensi psikologi,
karena psikologi klinis terlatih dalam menggunakan petunjuk dan
pengetahuan psikologi dalam kerja professional.
3. Menampilkan kompetensi klinisi karena berusaha mengerti orang lain
4. Ilmiah, karena menggunakan metode
ilmiah untuk mencapai presisi dan objektivitas dalam cara kerja
profesionalnya dengan tetap melakukan validasi untuk setiap individu
yang ditangani
5. Profesional, karena lebih
menyumbangkan pelayanan kemanusiaan yang penting bagi individual,
kelompok social dan komunitas untuk memecahkan masalah.
B. Orientasi Psikologi Klinis
Terdapat hubungan yang jelas dan dekat
antara psikologi klinis dan psikologi abnormal dan kemudian tentu saja
psikiatri. Tugas yang dihadapi psikologi klinis adalah memahami
masalah-masalah yang dihadapi pasien dan cara pasien menyelesaikan aspek
kepribadian. Untuk tujuan orientasi teoritis studi klinis mengenai
kepribadian terdapat aspek kepribadian yang perlu dipahami :
1. Motivasi Adalah kebutuhan psikologi
yang telah memiliki corak atau arah yang ada dalam diri individu yang
harus dipenuhi agar kehidupan kejiwaannya terpelihara yaitu senantiasa
dalam keadaan seimbang. Pada awalnya kebutuhan itu hanya berupa kekuatan
dasar saja. Namun selanjutnya berubah menjadi suatu vector yang disebut
motivasi karena memiliki kekuatan dan arah.
2. Kapasitas Kapasitas adalah
karakteristik individu yang adjustic, termasuk dalam hal adalah
kapasitas intelektual untuk mencapai tujuannya sendiri dan untuk
tuntutan yang dikehendaki lingkungan. Pentingnya pemahaman mengenai
kapasitas ini bagi psikologi klinis adalah untuk memperkirakan dalam
bidang apa saja dan seberapa kuat individu memiliki sumber stress, baik
dalam keadaan frustasi, konflik maupun tertekan.
3. Pengendalian Yang dimaksud dengan
pengendalian adalah proses yang dilakuakan individu saat menggunakan
kapasitasnya dan mengekang motivasi impulsive ke dalam saluran yang
berguna bagi penyesuian dirinya, yang secara social diterima.
Perkembangan kemampuan mengendalikan diri
terjadi sejak masa bayi. Tepatnya saat bayi mulai belajar menghadapi
frustasi. Ada lima wujud pengendalian yaitu pengendalian berlebih
(represi), lemah (under control), tentantif (cemas), terganggu disebut
juga sebagai pengendalian yang inadequate dan pengendalian ideal
(pengendalian yang melahirkan penyesuaian yang tepat).
Peranan Psikologi Klinis
Tugas professional seorang psikolog
klinis adalah mengimplementasikan prinsip dasar psikologis klinis
sebagai ilmu terapan. Berkaitan dengan tugas ini, ada beberapa peranan
yang dimiliki psikolog klinis sebagai berikut :
1. Terapan Istilah khusus untuk psikologi
adalah psikoterapi. Pada umunya terapi menampilkan empat gambaran
kegiatan yaitu : Membantu hubungan murni yang bersifat memelihara
hubungan antara terapis dan pasien.
a. membantu klien melakukan eksplorasi (pengalihan diri)
b. terapis dank lien bekerjasama memecahkan masalah
c. terapis membangun sikap dan mengerjakan ketrampilan atau cara kepada pasien untuk menggulangi stress.
2. Assesment Assessment adalah propses
yang digunakan psikolog klinis untuk mengamati dan mengevaluasi masalah
social dan psikologis pasien, baik menyangkut keterbatasan maupun
kelebihannya.
3. Mengajar Mengajar adalah memberikan
informasi dan pelatihan mengenai topic-topik yang termasuk ruang lingkup
pengetahuan yang melandasi profesinya, seperti psikologi klinis,
psikologi abnormal, dll.
4. Konsultasi Termasuk memberikan
bimbingan bagi perseorangan, kelompok atau badan system dan organisasi
untuk mengembangkan kualitas diri. Disebut konsultasi karena tujuan
psikolog klinis dalam hal ini membantu pasien melalui pekerjaan atau
permasalahan mereka.
a. Administrasi Dilaksanakannya oleh
psikolog klinis sesuai dengan jabatannya dalam posisi manajerial seperti
di RS, klinik, dll.
b. Penelitian Dikerjakan oleh psikologi
klinis dalam berbagai macam bentuk riset investigasi, mengkaji
keefektifan berbagai pendekatan terapi atau konsultasi, penyebab dan
akibat dari disfungsi psikologis.
C. Psikologi Kesehatan
Seperti yang kita lihat pada pembahasan
diatas, renovasi-renovasi di dalam pendekatan-pendekatan memiliki reaksi
yang keras terhadap disiplin psikologi sendiri. Karena adanya minat
terhadap bidang baru ini, suatu disiplin ilmu baru muncul. Definisi
psikologi kesehatan mencakup definisi sebagai berikut :
1. Psikologi kesehatan menyangkut bagian
khusus dari bidang ilmiah psikologi yang memfokuskan pada studi perilaku
yang memiliki kaitan dengan kesehatan dan penerapan dari kesehatan ini.
2. Penekanan pada peran perilaku yang
normal di dalam mempromosikan kesehatan (promosi kesehatan dan
pencegahan dasar) pada level mikro, meso dan makro dan menyembuhkan
penyimpangan kesehatan.
3. Banyak bidang psikologi yang berbeda dapat memberikan sumbangan kepada bidang psikologi kesehatan.
D. Pola Perilaku
Penelitian-penelitian yang terbaru banyak
dilakukan untuk meneliti factor-faktor kepribadian dan atau pola-pola
perilaku sebagai factor resiko untuk penyakit jantung koroner dan
penyakit kardiovaskuler.
1. Perilaku tipe A Tipe A pertama kali
digambarkan secara jelas dan diukur oleh Friedman dan Rosenman di tahun
1959. aslinya hal ini digambarkan sebagai gaya perilaku dan emosi.
Sekarang beberapa penulis memandang tipe A sebagai cirri sifat
kepribadian yang pasti, sementara yang lain menggambarkan hal ini
sebagai pola penggiatan perilaku yang kuat dan terus menerus yang
biasanya merupakan dimulai dari diri sendiri. Tipe A meliputi disposisi
perilaku, perilaku dan rsepon emosional yang khusus. Kebanyakan para
penulis setuju dengan adanya tiga ciri-ciri utama tipe A :
a. Orientasi persaingan prestasi, ambisius, kritis terhadap diri sendiri.
b. Urgensi waktu, berjuang melawan waktu, tidak sabaran, melakukan pekerjaan berbeda-beda dalam waktu yang sama.
c. Permusuhan, mudah marah, kadang-kadang
agresif. Khususnya selama 20 tahun pertama dan publikasi dan riset,
nampaknya tipe A mempunyai hubungan kuat dengan CHD. Laki-laki tipe A
mempunyai resiko
2 kali lipat untuk mengalami CHD. Sebagai
tambahan, orang-orang tipe A memiliki gaya coping terhadap stress yang
berbeda dan lebih cenderung untuk menggunakan control terhadap
lingkungan mereka. Bagaimanapun sejak tahun 1980-an hasil-hasil riset
menjadi lebih membingungkan dan banyak peneliti tidak menemukan hubungan
yang signifikan antara perilaku tipe A dan penyakit jantung koroner
sama sekali. Walaupun besarnya kesulitan-kesulitan dalam pengukuran
perilaku tipe A, malahan definisi operasional perlu diperkuat dan
penelitian epidemiologis masa depan harus mengusahakan secara prospektif
memvalidasi komponen-komponen tipe A melawan perkembangan CHD. Tipe A
juga telah diteliti pada anak-anak dan remaja. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa anak-anak tipe A lebih reaktif terhadap stress
daripada anak-anak yang non tipe A. Pada umunya, anak-anak pria lebih
memiliki kemungkinan meniru perilaku tipe A dan orang tua mereka
daripada anak-anak perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa tipe A
berkembang sebagai interaksi antara keturunan dan gaya pengasuhan.
Selanjutnya Nay & Wagner mengetahui bahwa anak-anak tipe A memiliki
harga diri lebih rendah, lebih eksternal locus of controlnya dan tingkat
kecemasan lebih tinggi daripada teman-teman yang bukan tipe A.
Mekanisme coping terhadap stress dan tipe kognisi juga mungkin berbeda
antara subjek tipe A dan tipe B.
3. Kepribadian ketabahan Hardiness Tipe
kepribadian atau pola perilaku lain yang sering dibicarakan akhir-akhir
ini adalah ketabahan (hardiness atau hardy personality) sebuah gagasan
konsep dari kobasa. Konseptualisasinya tentang hardiness sebagai tipe
kepribadian yang penting sekali pada perlawanan terhadap stress, didapat
dari teori eksistensial kepribadian. Dia mulai dengan adanya
perbedaan-perbedaan interpersonal dalam control pribadi dan
mengkombinasikan variable ini dengan yang lain, agar dapat dihasilkan
tipe kepribadian yang lebih komprehensif. Hardiness memasukkan tiga
sifat dasar :
a. Kontrol pribadi
b. Komitmen; tingkat keterlibatan dalam peristiwa-peristiwa, aktivitas-aktivitas dan orang-orang.
c. Tantangan; kecenderungan memandang
adanya perubahan sebagai suatu kesempatan untuk tumbuh dan bukan suatu
ancaman keselamatan.
Hardiness dianggap menjaga seseorang
tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian hidup yang penuh
stress. Meskipun Kobasa sendiri dan ahli lain menekankan bukti
penelitian yang kuat yang mendukung keadaan dan relevansi hardiness, ada
juga banyak kritik. Kritikan yang diberikan pada kepribadian tipe A
berlaku pul untuk tipe hardiness; operasionalisasi komponen tersebut
nampak sulit, tidak semua dari komponen membantu prediksi hasil
kesehatan (misalnya tantangan) dan masalah utama tentang perannya
penengah dalam kondisi dan perilaku kesehatan seseorang tidak terjawab
dengan tuntas.
3. Lain-lain Optimisme dan perasaan
pertalian akhir-akhir ini telah untuk melihat kemampuannya dalam ramalan
penyembuhan pembedaan. Keduanya ditemukan sangat mampu meramalkan
perbaikan dalam aspek-aspek positif dari penyembuhan setelah mengontrol
tingkat pre pembedahan. Perasaan pertalian ditemukan menjadi predictor
lebih penting dari pada optimisme dalam konteks ini. Bagaimanapun kedua
factor kepribadian ini tidak memprediksikan perbaikan dalam penderitaan
atau nyeri, dekat dengan factor perasaan pertalian adalah konsep
integrity. Sampai sekarang tipe kepribadian yang lain belum dapat
dijelaskan dengan gambling seperti halnya tipe A dan tipe ketabahan.
Jelaskan, ditemukan banyak overlap antara konsep tersebut dan metode
ukuran kurang konsisten. Disamping itu, masih ada kebutuhan untuk
penelitian prospektif yang menyelidiki kualitas interaktif dari factor
kepribadian tersebut, dengan variable kepribadian lainnya dan variable
lingkungan. Kami akan memberi satu contoh yang menggambarkan
kompleksitas factor-faktor kepribadian tersebut. Telah dinyatakan bahwa
aspek-aspek hardiness meliputi aspek optimisme. Dalam gilirannya,
optimisme telah diteliti dari perspektif atribusi; beberapa pengarang
menyatakan bahwa optimisme dikaitkan dengan gaya atribusi seseorang.
Atribusi-atribusi pada gilirannya, dikaitkan dengan keinginan untuk
mengontrol lingkungan. Dan ini sebenarnya merupakan satu dari konsep
dasar hardiness. Jadi, melangkah dari satu gaya kepribadian ke gaya
kepribadian lain, kita tinggal dalam lingkaran setan. Jelaslah masih
perlu banyak penelitian untuk menjelaskan hubungan antara tipe-tipe
kepribadian dengan hasil kesehatan.
F. Terminologi Kesehatan
Kesehatan adalah salah satu konsep yang
telah sering digunakan namun sukar dijelaskan artinya. Factor yang
berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan
penyakit. Meskipun begitu, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa
definisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen
biomedis, personal dan sosiokultural. Secara harfiah, konsep ini adalah
suatu idealisasi yang tidak menganggap bahwa tidak tercapainya
kesejahteraan yang sementara merupakan kekuatan yang mendorong perilaku
manusia dalam kehidupan yang normal. Konsep ini kurang memandang
kesehatan sebagai suatu proses dan tidak memiliki kesamaan dengan
komponen khusus kesehatan. Meskipun demikian, dengan merubah focus
terhadap aspek positif kesehatan dan memperluas lingkup dimensionalnya,
definisi WHO memberikan pengaruh yang besar. Sebagai contohnya, hal ini
mendorong yang lain untuk menjelaskan definisi tersebut.
G. Penyakit – Kesakitan
Penyakit (disease) dan kesakitan
(illness), meskipun sangat berkaitan satu dengan yang lainnya, namun
mencerminkan suatu perbedaan yang fundamental dan konsepsional tentang
periode sakit. Jadi penyakit adalah sesuatu yang dimiliki suatu organ,
sedang “illness” adalah sesuatu yang dimiliki seseorang. Kesakitan
adalah respon subyektif dari pasien serta rsepon di sekitarnya, terhadap
keadaan tidak sehat. Tidak hanya memasukkan pengalaman tidak sehatnya
saja, tapi juga arti pengalaman tersebut bagi dia. Justru arti inilah
menentukan bahwa penyakit atau gejala yang sama, bisa ditafsirkan secara
sangat berbeda oleh dua pasien yang berasal dari budaya yang berbeda.
Hal ini juga akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya serta jenis
perawatan yang dicari.
H. Perilaku Kesehatan
Definisi tersebut tidak hanya meliputi
tindakan yang dapat secara langsung diamati dan jelas tetapi juga
kejadian mental dan keadaan perasaan yang diteliti dan diukur secara
tidak langsung. Sebagai tambahan, definisi komprehensif Gochman
merangkum beberapa definisi dan atau klasifikasi perilaku kesehatan yang
lain. Di Indonesia istilah “perilaku kesehatan” sudah lama dikenal
dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang perilaku yang
berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang dengan pesatnya.
Khususnya, di bidang antropogi medis dan kesehatan masyarakat. Haruslah
dicatat bahwa istilah perilaku kesehatan dapat menimbulkan beberapa
kesimpangsiuran. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kami
hanya berbicara mengenai perilaku yang secara sengaja dilakukan dalam
kaitannya dengan kesehatan. Kenyataannya banyak sekali perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak
mengetahuinya atau melakukannya dengan alas an yang sama sekali berbeda.
Sebagai contoh, seseorang mungkin melakukan olahraga hanya untuk
mengadakan hubungan social, bukan untuk menjaga kesehatan. Atau gosok
gigi karena kebiasaan bukan karena alasan kesehatan.
I. Status Kesehatan
Status kesehatan adalah keadaan kesehatan
pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan
perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang
terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan
lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan.
Faktor Resiko dan Faktor Protektif
Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan,
konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko)
merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta
pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko
merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan
yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh,
hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi
penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap
factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis,
telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku.
Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit.
Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor
resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai
at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok
orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya
meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit
jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko
utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena
kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada
orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus
mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan
diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan
obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan.
Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan
dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis
dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah
penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan
pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan
kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset
dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma
dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada
karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi
kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada
kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi,
epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan
banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme
penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit
kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan,
efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang
kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma,
hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior
pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa
behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan
penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan
keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan
dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa
behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi
dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya
bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan.
Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan
evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam
perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya : a. Pertama,
psikologi cenderung menjadi lebih terapan (tidak hanya akademis) b.
Kedua, masalah yang penting dari kesehatan (dan tidak hanya kesehatan
mental), mempengaruhi sub disiplin psikologis, tidak hanya klinis tetapi
juga sebagai contoh psikologi organisasi (contohnya, stress dan
kesakitan dalam perusahaan). c. Faktor yang ketiga yaitu adanya
keberhasilan yang terbatas dari psikodiagnostik dan intervensi
individual (kuratif), dkebutuihan untuk pencegahan pada skala yang lebih
besar (community approach). Oleh karenanya, lebih banyak pengetahuan,
penelitian dan ketrampilan diperlukan untuk menyelidiki unsure penentu
dasar perilaku